Friday, July 31, 2009
Doa Berkuasa Melepaskan
Baca: Kisah Para Rasul 12:1-19
"Pada keesokan harinya gemparlah prajurit-prajurit itu. Mereka bertanya-tanya apakah yang telah terjadi dengan Petrus." Kisah 12:18
Raja Herodes sangat dikenal sebagai raja yang lalim. Dengan kekuasaan yang dimiliki ia bertindak semena-mena terhadap rakyatnya, bahkan melakukan penganiayaan dan pembunuhan secara kejam terhadap orang-orang percaya. Tercatalah demikian "Ia menyuruh membunuh Yakobus, saudara Yohanes, dengan pedang." (ayat 2).
Petrus tidak luput dari penahanan dan dipenjarakan. Sudah bisa dipastikan nasibnya juga tidak akan jauh berbeda dari Yakobus. Saat berada di penjara, Petrus "...di bawah penjagaan empat regu, masing-masing terdiri dari empat prajurit." (ayat 4a) Habislah sudah harapan Petrus untuk melihat 'dunia luar' sebab ia dijaga ketat oleh prajurit-prajurit Herodes, lagi pula kaki tangannya dibelenggu dengan rantai yang sangat kuat. Petrus tahu bahwa hidupnya tidak akan lama lagi. Ia hanya bisa pasrah sepenuhnya kepada kehendak Tuhan. Dalam kondisi letih dan tak berdaya, Petrus tertidur pulas di antara para prajurit yang menjaganya. Tapi "Tiba-tiba berdirilah seorang malaikat Tuhan dekat Petrus dan cahaya bersinar dalam ruang itu. Malaikat itu menepuk Petrus untuk membangunkannya, katanya: "Bangunlah segera!" Maka gugurlah rantai itu dari tangan Petrus." (ayat 7). Dengan caraNya yang ajaib Tuhan sanggup melepaskan Petrus dari penjara. "Pintu itu terbuka dengan sendirinya bagi mereka (Petrus dan malaikat). Sesudah tiba di luar, mereka berjalan sampai ke ujung jalan, dan tiba-tiba malaikat itu meninggalkan dia." (ayat 10b). Bagaimana Petrus dapat terlepas dari penjara? Oleh karena kekuatan doa! "Tetapi jemaat dengan tekun mendoakannya kepada Allah." (ayat 5b). Bukan sembarang doa, tetapi doa yang dilakukan dengan tekun. Karena doa tekun itu tergeraklah sorga dan kuasa Tuhan bekerja sehingga Ia menurunkan malaikatNya untuk melepaskan semua rantai yang membelenggu Petrus hingga ia luput dari kematian.
Mungkin saat ini kita sedang terbelenggu oleh permasalahan hidup yang ada dan sepertinya kita sudah tidak punya harapan lagi, semua pintu serasa sudah tertutup. Jangan menyerah dan putus asa, datanglah kepada Tuhan dan berseru-serulah kepadaNya dengan sungguh!
Kalau Tuhan turun tangan, tidak ada perkara yang sukar bagi Dia!
Thursday, July 30, 2009
Masalah Hati
Baca: Amsal 27:1-20
"Seperti air mencerminkan wajah, demikianlah hati manusia mencerminkan manusia itu." Amsal 27:19
Adalah tidak mudah ketika seseorang ingin mengevaluasi diri sendiri karena menyangkut kejujuran, yang merupakan unsur utama dalam melakukan evaluasi. Kendala terbesar yang menjadi penghalang ketika seseorang melakukan evaluasi diri adalah adanya keakuan yang besar, kesombongan diri, kemunafikan atau keengganan untuk berubah. Tidak banyak orang yang mau mengevaluasi diri tentang kondisi hatinya, karena hal ini membutuhkan kerendahan hatinya. Seringkali kita berpura-pura dan berusaha menutup-nutupi hati kita dengan berbagai upaya agar orang ain tidak tahu yang sebenarnya. Ingat! "Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mati, tapi Tuhan melihat hati." (1 Samuel 16:7b). Mari kita belajar dari hidup Daud yang tidak pernah berhenti memohon kepada Tuhan agar Ia senantiasa menyelidiki hatinya. Seru Daud, "Selidikilah aku, ya Allah, dan kenallah hatiku, ujilah aku dan kenallah pikiran-pikiranku;" (Mazmur 139:23).
Hati dapat menimbulkan berbagai masalah dalam kehidupan karena segala tindakan kita berasal dari pikiran, termasuk di dalamnya perbuatan dosa. Apakah kita telah menggunakan pikiran kita secara efektif dan benar? Apakah kita sedang memikirkan kejelekan orang lain? Ataukah kita sedang merancang kejahatan di dalam hati kita? Sudahkah kita melakukan nasihat Paulus: "Pikirkanlah perkara yang di atas, bukan yang di bumi." (Kolose 3:2)? Hati kita ibarat sehelai kanvas yang akan terbentuk coraknya sesuai cat yang disapukan ke atasnya. Impian dan keinginan hati manusia ibarat catnya dan apabila kita menyapukan kuas iman dan mulai mengecat di atas kanvas hati kita, terwujudlah apa yang Tuhan nyatakan bagi kita melalui iman dan tindakan kita.
Apa yang seharusnya ada dalam pikiran kita? Baca Filipi 4:8. Bila hati kita masih dipenuhi dengan segala jenis kejahatan (baca Matius 15:19), ketakutan, kekuatiran dan juga kedegilan, datanglah segera kepada Tuhan, akuilah dengan jujur dan mohonlah agar Tuhan menyelidiki hati kita, maka Dia pasti sanggup memulihkan!
"Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan." Amsal 4:23
Wednesday, July 29, 2009
Tuhan Itu Penolong Dan Perisai Kita
Baca: Mazmur 33:16-22
"Seorang raja tidak akan selamat oleh besarnya kuasa; seorang pahlawan tidak akan tertolong oleh besarnya kekuatan." Mazmur 33:16
Menjadi seorang pemimpin berarti memiliki kekuasaan. Seorang presiden memegang kekuasaan atas negara yang dipimpinnya; seorang raja berkuasa penuh atas rakyat dan kerajaannya. Namun harus kita akui bahwa besarnya kuasa seseorang tidak bisa menjamin bahwa ia akan aman seratus persen. Oleh sebab itu berbagai upaya dilakukan untuk menjaga dan melindungi seorang pemimpin, contoh: ada pasukan pengawal yang bersenjata lengkap atau bodyguard yang selalu menyertai ke mana pun ia pergi, dengan tujuan agar pemimpin itu tetap terlindungi dari bahaya yang sewaktu-waktu mengancam. Meskipun demikian, masih banyak terjadi seorang presiden, raja, bos perusahaan atau juga seorang panglima perang yang tewas terbunuh oleh musuh.
Ini juga suatu peringatan bagi orang-orang kaya yang dalam hidupnya selalu bergantung dan mengandalkan uang atau kekayaannya: rumah mewah dilengkapi dengan sistem penjagaan yang ketat, pagar tinggi, satpam dan juga anjing yang berkeliaran menjaga rumahnya. Tetapi jika maut akan merengut nyawanya, tak kurang jalan. Dapat disimpulkan bahwa kekuatan, kekayaan, kekuasaan dan keperkasaan seseorang tidak dapat menjamin keselamatan jiwanya, seperti dikatakan "Kuda adalah harapan sia-sia untuk mencapai kemenangan, yang sekalipun besar ketangkasannya tidak dapat memberi keluputan." (ayat 17). Tenaga sekuat apa pun dan senjata secanggih apa pun yang kita miliki, jika kita tidak mempunyai hati yang takut akan Tuhan, semuanya sia-sia.
Jadi, takut akan Tuhan adalah syarat mutlak untuk memperoleh keselamatan, terutama keselamatan jiwa dan kehidupan kekal, karena "Sesungguhnya, mata TUHAN tertuju kepada mereka yang takut akan Dia, kepada mereka yang berharap akan kasih setia-Nya, untuk melepaskan jiwa mereka dari pada maut dan memelihara hidup mereka pada masa kelaparan." (ayat 18-19). Tuhanlah yang senantiasa menjadi penolong dan perisai bagi orang-orang yang takut kepadaNya; Dia selalu punya cara yang ajaib dan tak masuk akal, itulah yang disediakanNya (baca 1 Korintus 2:9).
"Apabila orang-orang benar itu berseru-seru, maka TUHAN mendengar, dan melepaskan mereka dari segala kesesakannya." Mazmur 34:18
Tuesday, July 28, 2009
Arti Sahabat (2)
Baca: Amsal 18:1-24
"Ada teman yang mendatangkan kecelakaan, tetapi ada juga sahabat yang lebih karib dari pada seorang saudara." Amsal 18:24
Di zaman sekarang ini tidak mudah menemukan seorang sahabat yang "...menaruh kasih setiap waktu, dan menjadi seorang saudara dalam kesukaran." (Amsal 17:17). Sahabat yang menjadi saudara adalah orang yang mau berkorban untuk sahabatnya, bukan mengorbankan sahabatnya. Sahabat yang mau berkorban itu tidak mencari keuntungan sendiri (dalam istilah Jawa disebut 'tambal butuh'). Ketika sahabatnya terjebak dalam kesukaran hebat, ia mau menerobos kesukaran itu guna menolong sahabatnya.
Salomo dalam amsalnya berkata, "...ada juga sahabat yang lebih karib dari pada seorang saudara." Kata saudara berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti satu perut. Jadi, saudara itu pada hakikatnya adalah yang lahir dari perut atau kandungan yang sama, sehingga jalinan kekeluargaan tercermin dalam makna persaudaraan karena kelahiran. Dan sungguh tak bisa kita bayangkan betapa eratnya hubungan seorang persahabatan yang lebih karib dari pada seorang saudara itu.
Tuhan Yesus telah memberikan teladan bahwa diriNya adalah figur seorang sahabat yang sejati. "Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya." (Yohanes 15:13) dan ini telah dibuktikan melalui kematianNya di atas kayu salib. Persahabatan yang didasari oleh kasih Kristus itu akan melebihi tali persaudaraan atau kekerabatan, karena hubungan yang dibangun bukan atas kepentingan untung-rugi, melainkan karena mengasihi sebagai diri sendiri. Namun ada juga persahabatan yang terjalin hanya karena keuntungan dan kepentingan diri sendiri. Persahabatan yang demikian tidak akan langgeng, akan putus apabila tidak menguntungkan. Seorang sahabat jenis ini akan begitu ramah dan baik kepada kita saat ia memerlukan sesuatu dari kita. Sebaliknya, bila kita tidak lagi mampu mendatangkan sesuatu yang menguntungkan bagi dirinya, ia akan secepat kilat meninggalkan kita seperti tertulis: "Kekayaan menambah banyak sahabat, tetapi orang miskin ditinggalkan sahabatnya." (Amsal 19:4). Hal ini juga dialami oleh Ayub, sahabat-sahabatnya beranjak menjauh dan mencemoohnya saat dia sedang terpuruk.
Jadikan Tuhan Yesus sebagai teladan dalam membangun sebuah persahabatan!
Monday, July 27, 2009
Arti Sahabat (1)
- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 Juli 2009 -
Baca: 2 Tawarikh 19:1-3
"Sewajarnyakah engkau menolong orang fasik dan bersahabat dengan mereka yang membenci TUHAN? Karena hal itu TUHAN murka terhadap engkau." 2 Tawarikh 19:2
Sebagai makhluk sosial kita membutuhkan orang lain karena kita tidak dapat hidup tanpa membangun suatu hubungan atau kerjasama dengan orang lain. Hubungan baik dibina karena adanya kepentingan bersama; yang seseorang memerlukan orang lain, dan berdasarkan itu terjalinlah sebuah persahabatan. Sulit bagi seorang individu hidup seorang diri tanpa berhubungan dengan orang lain. Dan apa pun istilahnya, sebuah persahabatan selalu berkaitan dengan kepentingan. Namun, sebagai seorang Kristen, kita harus menempatkan Kristus sebagai teladan dan dasar utama dalam membangun hubungan dalam suatu persahabatan.
Pentingkah arti sahabat? Persahabatan yang bagaimana agar kedamaian, ketenangan, kebahagiaan dan keteduhan batin bermukim di dalam hati kita? Kita memerlukan seorang sahabat yang dengan jujur menegur dan membangun iman kita. Dari ayat firman Tuhan yang kita baca jelas menunjukkan bagaimana Yehu menegur raja Yosafat karena dia telah menjalin hubungan dengan orang-orang fasik, yaitu orang-orang yang tidak mengindahkan perintah Tuhan, suka melakukan kejahatan dan berhati busuk. Oleh sebab itu Yehu memperingatkan Yosafat agar segera mengakhiri hubungan yang terlarang itu, karena bila dibiarkan berlarut-larut akan berakibat fatal bagi dirinya dan kerajaannya. Alkitab menyatakan "Siapa bergaul dengan orang bijak menjadi bijak, tetapi siapa berteman dengan orang bebal menjadi malang." (Amsal 13:20), karena "Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik." (1 Korintus 15:33).
Seorang sahabat yang baik akan menegur dengan jujur ketika ia mengetahui kesalahan yang dilakukan sahabatnya. Ia tidak peduli bagaimana reaksi sahabatnya itu, yang penting ia tidak mau melihat sahabatnya terjerumus ke dalam pergaulan yang tidak benar di pemandangan Tuhan. Seorang sahabat sejati bila melihat sahabatnya dalam kesusahan tidak menghindar atau menjauh, tetapi segera memberikan pertolongan; bila tidak mampu menolong secara materi, ia memberikan jalan keluar dengan nasihatnya yang bijak. Ia bisa menjadi saudara ketika sahabatnya berada dalam kesukaran, bukannya malah memutuskan persahabatan itu (Bersambung)
Sunday, July 26, 2009
Menghitung Hari Dengan Bijak
- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 Juli 2009 -
Baca: Mazmur 90:1-17
Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana." Mazmur 90:12
Setiap hari adalah hari baru dan satu hari hanya dapat kita jalani satu kali saja. Kemudian hari tersebut berganti dengan hari berikutnya yang sama lamanya namun berbeda keadaannya. Hari yang telah kita lalui itu sudah menjadi masa lalu dan tinggal kenangan; hari ini merupakan kesempatan, sedangkan hari-hari yang akan datang menjadi suatu pengharapan bagi kita. Karena begitu berharganya waktu, Musa berdoa kepada Tuhan agar ia diberi hati yang bijaksana sehingga dapat memperhatikan hari demi hari dengan sungguh-sungguh, supaya tidak ada satu hari pun yang terlewatkan dengan percuma. Begitu juga kita yang telah dikaruniai Tuhan dengan banyak talenta, pastilah kita tidak akan merelakan waktu berlalu begitu saja sebab kita tidak tahu apakah esok kita masih punya kesempatan menyambut matahari menyingsing. Dan bagi orang Kristen, waktu adalah untuk berjaga-jaga, sebab waktu Tuhan itu adalah ketika Ia datang laksana seorang pencuri (baca Wahyu 3:3). Biasanya pencuri mengintai kelengahan seseorang, mungkin saat ia sedang tertidur pulas atau bepergian. Perihal berjaga-jaga ini juga disampaikan rasul Paulus kepada jemaat di Efesus, "Karena itu, perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif, dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat. Sebab itu janganlah kamu bodoh, tetapi usahakanlah supaya kamu mengerti kehendak Tuhan." (Efesus 5:15-17). Jadi, kita harus selalu waspada dan tidak lengah sedetik pun! Kita harus bertanggung jawab menjalani hidup sepanjang waktu yang diberikan Tuhan, sebab waktu yang kita jalani ini sedang bergerak menuju kekekalan, dan hidup yang kita jalani sekarang ini memiliki dampak ke kekekalan. Pertanyaannya: apakah hari-hari yang kita jalani sekarang ini sejalan dengan kehendak Tuhan? Karena apa pun yang kita lakukan sekarang sangat menentukan status kita di hadapan Tuhan kelak. Maka dari itu "...waktu yang sisa jangan kamu pergunakan menurut keinginan manusia, tetapi menurut kehendak Allah" (1 Petrus 4:2).
Saat ini adalah waktu yang tepat hidup kudus dan melakukan kehendak Tuhan!
Saturday, July 25, 2009
Hidup Kita Dibatasi Waktu
- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 Juli 2009 -
Baca: Pengkhotbah 3:1-15
"Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apapun di bawah langit ada waktunya." Pengkhotbah 3:1
Sehebat atau sepintar apa pun manusia tidak dapat melawan atau menahan lajunya waktu. Apa pun yang terjadi, waktu akan terus berjalan tanpa mempedulikan sikap kita terhadapnya. Semua yang ada di dunia ini dan lamanya kita berada di dunia ini juga dibatasi oleh waktu. Jadi, "Untuk segala sesuatu ada masanya,". Dan selama kita masih hidup di dunia ini kita akan terus berpacu dengan waktu. Semakin seseorang sadar pentingnya waktu akan semakin cermat pula ia merencanakan hidupnya. Dengan kata lain, kesadaran seseorang terhadap waktu akan mempengaruhi tingkat produktivitasnya dan kesungguhannya dalam memanfaatkan waktu. Itulah sebabnya ada nasihat mengatakan: bekerjalah begitu rupa seolah-olah engkau akan hidup seribu tahu lagi dan beribadahlah dengan sungguh-sungguh seolah-olah engkau akan meninggal esok hari. Artinya waktu sangat berharga, jangan menyia-nyiakannya, tetapi gunakanlah sebaik mungkin dengan seimbang yaitu bekerja dan beribadah. Begitu jatah waktu yang diberikan Tuhan kepada kita habis, usai sudah waktu kita bekerja dan berjerih lelah di dunia ini. Bukan berarti semuanya tamat, justu itulah babak baru dimulai, di mana tiap-tiap pekerjaan yang kita lakukan di dunia akan diuji Tuhan dengan api. Alkitab menulis, "Entahkah orang membangun di atas dasar ini dengan emas, perak, batu permata, kayu, rumput kering atau jerami, sekali kelak pekerjaan masing-masing orang akan nampak. Karena hari Tuhan akan menyatakannya, sebab ia akan nampak dengan api dan bagaimana pekerjaan masing-masing orang akan diuji oleh api itu. ika pekerjaan yang dibangun seseorang tahan uji, ia akan mendapat upah. Jika pekerjaannya terbakar, ia akan menderita kerugian, tetapi ia sendiri akan diselamatkan, tetapi seperti dari dalam api." (1 Korintus 3:12-15). Artinya jika selama di dunia kita mengisi waktu dengan perkara sia-sia, ibarat membangun rumah dari rumput kering atau jerami, maka dalam sekejap semuanya akan habis terbakar. Sebelum segala sesuatunya terlmbat, segeralah membuat pilihan hidup yang benar.
Ingat! 'Waktu' terus berputan dan kita tidak dapat menghentikannya, apalagi memutarnya kembali. Itulah keterbatasan kita!
Friday, July 24, 2009
Doa Orang Benar Menghasilkan Mujizat
Baca: Yakobus 5:17-18
"Lalu ia berdoa pula dan langit menurunkan hujan dan bumipun mengeluarkan buahnya." Yakobus 5:18
Alkitab jelas menyatakan bahwa "Elia adalah manusia biasa sama seperti kita," (ayat 17), namun mengapa doanya sangat manjur dan begitu mudahnya dijawab Tuhan? Ketika ia berdoa supaya hujan tidak turun sebagaimana dikatakannya kepada Ahab: "Demi Tuhan yang hidup, Allah Israel, yang kulayani, sesungguhnya tidak akan ada embun atau hujan pada tahun-tahun ini, kecuali kalau kukatakan." (1 Raja-Raja 17:1), maka hujan pun tidak turun di bumi selama tiga setengah tahun (3 tahun 6 bulan).
Demikian pula saat Elia berkata kepada Ahab bahwa akan turun hujan dengan berkata, "Pergilah, makanlah dan minumlah, sebab bunyi derau hujan sudah kedengaran." (1 Raja-Raja 18:41). Meskipun dia sendiri belum melihat tanda-tanda akan turun hujan, Elia tetap yakin bahwa hal itu akan terjadi. Oleh karena itu Elia berdoa dengan sungguh dan keyakinannya pada Tuhan semakin kuat, "...lalu ia membungkuk ke tanah, dengan mukanya di antara kedua lututnya." (1 Raja-Raja 18:42). Elia tidak pernah menyerah pada keadaan dan terus berdoa, dan setelah tujuh kali berdoa barulah tampak ada tanda kecil yaitu "...awal kecil sebesar telapan tangan timbul dari laut." (1 Raja-Raja 18:44). Melihat awan sekecil itu hati Elia semakin bertumbuh dalam iman dan pengharapan. Secara logika tak mungkin awan sekecil telapak tangan dapat menurunkan hujan. Memang bagi manusia itu mustahil, namun tidak ada perkara yang sukar bagi Tuhan. "Maka dalam sekejap mata langit menjadi kelam oleh awan badai, lalu turunlah hujan yang lebat." (1 Raja-Raja 18:45a).
Bila saat ini kita sedang menghadapi pergumulan hidup yang berat seolah-olah tidak sanggup menanggungnya, putus asa dan menganggap doa sudah tidak ada gunanya, ingat, Elia adalah manusia biasa seperti kita, tetapi doanya selalu dudengar Tuhan karena dia berdoa dengan penuh iman, tidak ragu dan tidak menyerah sampai ia beroleh jawaban. Apalagi Elia hidup dalam ketaatan. Bagaimana hidup kita? Sudah benarkah kita dihadapan Tuhan? Sebab dosa adalah penghalang utama memperoleh jawaban Tuhan.
"Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya." Yakobus 5:16b
Thursday, July 23, 2009
Jangan Pernah Ragu
Baca: Yosua 1:1-18
"Bukankah telah Kuperintahkan kepadamu: kuatkan dan teguhkanlah hatimu? Janganlah kecut dan tawar hati, sebab TUHAN, Allahmu, menyertai engkau, ke manapun engkau pergi." Yosua 1:9
Saat permasalahan, sakit-penyakit, krisis keuangan dan sebagainya datang menghantui hidup kita, rasa takut dan kuatir seringkali timbul mencemari pikiran kita sehingga iman kita menjadi lemah. Kita mulai berpikir masalah yang kita alami terlalu berat dan tidak ada harapan lagi, padahal Tuhan berjanji bahwa "...masa depan sungguh ada, dan harapanmu tidak akan hilang." (Amsal 23:18). Setiap manusia selalu berharap hidupnya baik-baik saja, mulus tanpa hambatan atau rintangan sedikit pun, padahal untuk mendapatkan janji Tuhan perlu proses, seperti dialami Yosua saat membawa bangsa Israel keluar Mesir menggantikan Musa. Itu tidak mudah, tantangan sangat berat karena bangsa Israel adalah bangsa yang tegar tengkuk.
Itulah sebabnya Tuhan berpesan kepada Yosua: kuatkan dan teguhkanlah hatimu! Pesan ini disampaikai sampai 4 kali, artinya untuk bisa meraih janji Tuhan kita perlu memperhatikan pesan atau perintahNya karena suatu saat nanti kita akan menghadapi musuh. Musuh berbicara tentang sakit-penyakit, kritis keuangan atau masalah lain, tapi Tuhan berjanji, "Aku tidak akan membiarkan engkau dan tidak akan meninggalkan engkau." (auyat 5c dari Yosua 1). Ia akan selalu menyertai dan menolong kita saat kita membutuhkan, seperti pengakuan Daud, "Pertolonganku ialah dari Tuhan, yang menjadikan langit dan bumi." (Mazmur 121:2). Mengapa janji Tuhan belum terealisasi dalam hidup kita? Masalahnya adalah kita mulai lemah dan tidak sabar menanti janjiNya digenapi, padahal Tuhan punya waktu tersendiri untuk menggenapi janjiNya.
Dia tidak pernah terlambat untuk menolong kita, tapi kita sendirilah yang selalu membuat pertolongan itu tertunda oleh karena sungutan dan keluh kesah kita, sama halnya bangsa Israel yang tidak pernah berhenti mengeluh dan mengomel, padahal merka senantiasa mengalami pertolonganNya yang ajaib. Itu belum cukup bagi mereka untuk bisa mengucap syukur, yang ada malah selalu menyalahkan Tuhan.
Kunci utama hidup berkemenangan adalah selalu perkatakan firmanNya, renungkan siang dan malam agar iman kita tetap kuat dan berhenti mengeluh!
Wednesday, July 22, 2009
Perihal Puasa
Tuesday, July 21, 2009
Berseru-Seru Tak Kenal Lelah
Baca: Mazmur 13:1-6
"Berapa lama lagi, TUHAN, Kaulupakan aku terus-menerus? Berapa lama lagi Kausembunyikan wajah-Mu terhadap aku?" Mazmur 13:2
Keputusasaan sempat dialami Daud, terlihat dari tulisannya dalam Mazmur 13. Ia serasa kehilangan semangat dan menyerah pada keadaan. Saat dalam kesulitan besar, Tuhan seolah-oleh membiarkan, berdiam seorang diri dan tidak bersedia memberikan pertolongan. Sepertinya doa yang diserukan siang malam sia-sia karena tidak ada jawaban.
Bukankah kita juga pernah mengalami hal seperti yang dirasakan pemamzmur ini? Kita sudah tidak punya daya lagi untuk berdoa, sementara pergumulan yang kita alami begitu berat. Kita meratap dan mengerang menahan sakit, tapi pertolongan Tuhan tidak kunjung tiba. Lalu kita berkata, "Berapa lama lagi aku harus menaruh kekuatiran dalam diriku, dan bersedih hati sepanjang hari? Berapa lama lagi musuhku meninggikan diri atasku?" (ayat 3). Jangan pernah berhenti untuk berdoa dan berharap kepada Tuhan. Ada kata bijak yang menyatakan: 'Usaha keras selalu membuahkan hasil yang memuaskan.' Kondisi ini juga dialami seorang janda dalam perumpamaan tentang hakim yang tidak benar (baca Lukas 18:1-8). Janda itu tidak pernah putus asa meskipun sang hakim seringkali menolak perkaranya, bahkan disebutkan bahwa ia adalah "...seorang hakim yang tidak takut akan Allah dan tidak menghormati seorangpun." (Lukas 18:2), tapi hal itu tidak mematahkan harapan janda ini untuk "...selalu datang kepada hakim itu dan berkata: Belalah hakku terhadap lawanku." (ayat 3 dari Lukas 18).
Semangat itulah yang seharusnya kita miliki juga, terus berseru-seru kepada Tuhan. Mungkin sampai saat ini belum ada jawaban atas pergumulan kita; mungkin sepertinya terlalu besar masalah yang kita hadapai bahkan serasa tiada harapan lagi, tapi kita tidak perlu mengukur beban itu dengan kekuatan kita; yang harus kita lakukan adalah membuka mata rohani untuk melihat kebesaran Tuhan yang jauh melebihi apapun juga. "Apabila orang-orang benar itu berseru-seru, maka TUHAN mendengar, dan melepaskan mereka dari segala kesesakannya." (Mazmur 34:18). Waktu kita bukanlah waktu Tuhan; Dia lebih tahu mana yang terbaik buat kita, karena itu jangan menjadi lemah.
"Ya, semua orang yang menantikan Engkau takkan mendapat malu;" Mazmur 25:3
Monday, July 20, 2009
Di Mana Damai Sejahtera Itu?
Baca: Yesaya 48:12-22
"Sekiranya engkau memperhatikan perintah-perintah-Ku, maka damai sejahteramu akan seperti sungai yang tidak pernah kering, dan kebahagiaanmu akan terus berlimpah seperti gelombang-gelombang laut yang tidak pernah berhenti," Yesaya 48:18
Banyak orang berpikir damai sejahtera dapat diperoleh ketika ia memiliki harta melimpah, jabatan/kedudukan yang tinggi atau meraih kesuksesan tertentu dalam hidup ini, sehingga mereka berusaha sedemikian rupa agar harapan untuk merasakan damai sejahtera itu benar-benar terwujud. Mereka berpikir asal punya uang yang cukup, apa saja yang diinginkan pasti akan terlaksana, lalu mereka pergi menghibur diri ke tempat-tempat hiburan malam, hang out sampai pagi. Keinginannya hanya satu yaitu supaya hati terhibur dan stres hilang. Mungkin saja di tempat itu mereka bisa tertawa lepas sepanjang malam, tapi bukan berarti mendapatkan damai sejahtera sejati. Itulah damai sejahtera sesaat yang ditawarkan dunia, di mana banyak orang Kristen terjerat di dalamnya.
Di manakah kita menemukan damai sejahtera sejati itu? Tidak ada yang lain selain hanya dalam Yesus Kristus. Dunia boleh menjanjikan apa pun, tapi kesemuanya itu hanya sesaat dan berujung kepada kebinasaan kekal. Bila saat itu kita sudah mulai kehilangan damai sejahtera dan merasakan kehampaan hidup, itu tandanya kita sedang jauh dari Sang Sumber damai itu. Kunci utama agar kita menikmati damai sejahera adalah selalu tinggal dalam hadirat Tuhan dan hidup dalam ketaatan. Ketika kita membangun keintiman dengan Tuhan serta menyediakan waktu untuk merenungkan firmanNya siang dan malam, maka kasihNya akan selalu mengalir memenuhi hati kita. Firman Tuhan sarat dengan perintah, namun juga janji, dan janji Tuhan itu ya dan amin. Setiap perintah dari Tuhan bukanlah suatu beban yang mengekang hidup kita.
Pilihan tetap ada pada kita. Dia memberikan kehendak bebas (free will) kepada kita untuk memilih. Memang bukanlah pekerjaan yang mudah untuk menjadi seorang yang taat karena daging kita akan terasa sakit "...roh memang penurut, tetapi daging lemah." (Matius 26:41). Namun damai sejahteraNya tersedia bagi orang-orang yang setia dan taat kepadaNya.
FirmanNya dengan tegas mengatakan bahwa "Tidak ada damai sejahtera bagi orang-orang fasik!" Yesaya 48:22
Sunday, July 19, 2009
Tuhan Yang Memampukan Kita (2)
Baca: Keluaran 4:1-17
“Lalu kata Musa kepada Tuhan, ‘Ah, Tuhan, aku ini tidak pandai bicara, dahulupun tidak dan sejak Engkau berfirman kepada hamba-Mupun tidak, sebab aku berat mulut dan berat lidah.’ “ Keluaran 4:10
Ketika Tuhan memilih dan mengutus seseorang. Dia juga yang akan menyertai dan memperlengkapi supaya ia mampu melakukan kehendakNya tersebut (baca Ibrani 13:21). Untuk itulah Tuhan kembali meyakinkan Musa dan memberikan pengertian siapa diriNya, yaitu Allah yang tidak pernah berubah: “Aku adalah Aku.” (Keluaran 3:14), Allah yang tidak berubah terhadap janji dan rencanaNya. Tidak cukup disitu, Tuhan juga memberikan petunjuk dan langkah-langkah yang harus dilakukan Musa, “ "Beginilah kaukatakan kepada orang Israel: TUHAN, Allah nenek moyangmu, Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub, telah mengutus aku kepadamu: itulah nama-Ku untuk selama-lamanya dan itulah sebutan-Ku turun-temurun. Pergilah, kumpulkanlah para tua-tua Israel...” (Keluaran 3:15-16).
Tuhan juga mendemonstrasikan kuasaNya langsung di depan Musa agar ia benar-benar percaya akan penyertaanNya: Musa diperintahkan melempar tongkatnya ke tanah yang akhirnya menjadi ular; juga saat Tuhan memerintahkan Musa memasukkan tangannya ke dalam baju, maka tangan Musa terkena kusta. Apa lagi yang kurang?
3. Musa kurang fasih bicara (ayat 10 dari keluaran 4). Musa kembali berdalih tidak pandai bicara di depan orang banyak untuk menyatakan ketidaksiapannya terhadap panggilan Tuhan itu. Bukankah kita juga sering mengelak seperti itu ketika diminta melayani Tuhan? Mungkin disuruh bersaksi di depan mimbar saja rasanya kaki sudah gemetaran. Tapi Tuhan berkata, “Siapakah yang membuat lidah manusia, siapakah yang membuat orang bisu atau tuli, membuat orang melihat atau buta; bukankah Aku, yakni Tuhan?” (Keluaran 4:11). Tuhan semakin geram terhadap Musa saat ia berkata, “Ah, Tuhan, utuslah kiranya siapa saja yang patut Kauutus.” (Keluaran 4:13), walau pada akhirnya Musa sadar atas panggilan itu dan taat. Dalam hidup ini kita menghadapi dua pilihan: taat kepada Tuhan atau tidak taat! Itu saja. Tidak ada alternatif lain!
Jangan pernah merasa tidak mampu, lalu kita menolak panggilan Tuhan. Dia yang akan menyertai dan menuntun kita!
Saturday, July 18, 2009
Tuhan Yang Memampukan Kita (1)
Baca: Keluaran 3:1-22
"Tetapi Musa berkata kepada Allah: 'Siapakah aku ini, maka aku yang akan menghadap Firaun dan membawa orang Israel keluar dari Mesir?' " Keluaran 3:11
Musa adalah manusia biasa seperti kita, punya keterbatasan dan ketidakmampuan. Hal ini terlihat dari reaksi Musa saat ia dipilih Tuhan menjadi pemimpin bangsa Israel. Saat dipanggil Tuhan, awalnya Musa tidak antusias maupun mengiyakan karena dia tahu 'siapa dirinya dan latar belakangnya'. "Adapun Musa, ia biasa menggembalakan kambing domba Yitro, mertuanya, imam di Midian." (ayat 1a). Selama bertahun-tahun Musa menghabiskan waktu di padang belantara bersama domba-domba mertuanya.
Alasan Musa sempat menolak panggilan Tuhan adalah:
1. Musa merasa kurang mampu. Adalah hal yang masuk akal bila Musa menyatakan ketidakmampuannya, apalagi secara biologis, fisiknya kurang mendukung; usianya sudah 80 tahun tatkala Tuhan memanggil sehingga dia merasa sudah tua dan rapuh dan tak berdaya. Pernyataan yang disampaikan Musa merupakan satu ungkapan yang logis dari sudut pandang manusia. Namun Tuhan menjawab "Bukankah Aku akan menyertai engkau? Inilah tanda bagimu, bahwa Aku yang mengutus engkau:..." (ayat 12). Ini menunjukkan bahwa Tuhan memberikan jaminan penyerataan kepada Musa dan akan berkarya melalui hidup Musa. Bukankah kita sering berkata seperti Musa? Berbagai dalih dan alasan kita kemukakan untuk menolak panggilan Tuhan dalam hidup kita karena merasa tidak mampu, tidak punya bakat, sok sibuk dan sebagainya. Adalah manusiawi bagi Musa menjadi gentar karena dari seorang gembala domba dipanggil untuk menjadi pemimpin suatu bangsa yang besar. Itu tidak mudah!
2. Musa merasa tidak punya kredibilitas. Selain kurang mampu, Musa juga merasa bahwa pilihan Tuhan terhadap dirinya itu salah karena dia sama sekali tidak memenuhi kriteria sebagai pemimpin. Musa memikirkan apa yang harus dikatakannya kalau suatu saat ia bertemu dengan banyak orang: "...apabila aku mendapatkan orang Israel dan berkata kepada mereka: Allah nenek moyangmu telah mengutus aku kepadamu, dan mereka bertanya kepadaku: bagaimana tentang nama-Nya? --apakah yang harus kujawab kepada mereka?" (ayat 13). Pengakuan jujur disampaikan Musa kepada Tuhan (bersambung)
Friday, July 17, 2009
Mengundurkan Diri
Baca: Yohanes 6:60-71
"Mulai dari waktu itu banyak murid-murid-Nya mengundurkan diri dan tidak lagi mengikut Dia." Yohanes 6:66
Untuk menjadi murid-murid Yesus tidak diperlukan orang yang cerdas, berpendidikan tinggi atau pun kaya, asal ia setia. Inilah sifat yang menjadi tanda pengenal bagi murid Yesus yaitu kesetiaan. Awalnya para murid hanya diminta mengikutiNya dan tampaknya hal itu sangat mudah. Namun seiring waktu, ternyata hidup sebagai murid Yesus itu bukan berarti hanya menerima janji Kristus, melainkan dituntut penyerahan diri secara total, tanpa syarat dan tanpa kompromi. "Seorang hamba tidak dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon." (Lukas 16:13).
Bila kita telah berkomitmen untuk menjadi murid Yesus, maka dosa harus ditinggalkan seluruhnya. Semua pemikiran dan kebiasan hidup lama harus dibuang dan diselaraskan dengan kehendak Tuhan. Tidak seorang pun dapat begitu saja mengikut Yesus tanpa melepaskan ikatan duniawi. Tuntuan ini sungguh cukup berat, sehingga tidak banyak orang yang mengikut Dia dapat melakukannya. Mereka mau mengikut Yesus dengan syarat: Dia memberi roti dan ikat, berkat dan kesembuhan. Ada juga yang mau mengikut Yesus seenaknya sendiri yaitu minta ijin menguburkan ayahnya dulu (baca Matius 8:21). Akan tetapi saat Yesus berbicara tentang penyangkalan diri dan memikul salib, banyak orang yang akhirnya mengundurkan diri, tidak mau lagi mengikut Yesus seperti yang dikatakan murid-muridnya, "Perkataan ini keras, siapakah yang sanggup mendengarkannya?" (Ayat 60 dari Yohanes 6).
Oleh karena itu seorang calon murid Yesus harus membuat perhitungan masak-masak, karena ia akan dihadapkan pada banyak ujian, tantangan dan ada harga yang harus di bayar. Tidaklah mengherankan bila orang-orang yang mengikut Yesus semakin hari semakin berkurang, lalu Tuhan Yesus berpaling kepada keduabelas muridNya dan bertanya, "Apakah kamu tidak mau pergi juga?" (ayat 67 dari Yohanes 6).
"Demikian pulalah tiap-tiap orang di antara kamu, yang tidak melepaskan dirinya dari segala miliknya, tidak dapat menjadi murid-Ku." Lukas 14:33
Thursday, July 16, 2009
Janji Tuhan Digenapi
Baca: Kejadian 41:37-57
"Engkaulah menjadi kuasa atas istanaku, dan kepada perintahmu seluruh rakyatku akan taat; hanya takhta inilah kelebihanku dari padamu." Kejadian 41:40
Ketika masih berusia 17 tahun Yusuf telah menerima visi dari Tuhan tetnang masa depannya melalui mimpi. Visi itu berbicara tentang kepemimpinan, kekuasaan dan kedudukan yang tinggi (baca Kejadian 37:5-11). Yusuf sangat yakin bahwa Tuhan pasti menggenapi hal itu baginya. Namun visi itu justru membawanya ke masalah dan penderitaan yang seolah-olah tidak kunjung usah: dibuang ke sumur, dijual sebagai budak dan kemudian dibawa ke rumah Potifar dengan tangan dan kaki terikat rantai.
Secara manusia Yusuf terhina, kehilangan reputasi, menanggung malu dan derita. Bertahun-tahun Tuhan benar-benar menguji ketekunan, kesetiaan dan keteguhan imannya. Dalam dalam masa-masa yang gelap, ketika tampaknya ia gagal total dan hidupnya tak berarti lagi, Yurus tidak pernah kehilangan visi yang Tuhan berikan itu. Yusuf tetap memegang janji firmanNya dengan sungguh dan percaya bahwa pertolongan Tuhan tidak pernah terlambat dan selalu tepat waktu.
Tuhan mempunyai berjuta-juta cara untuk mewujudkan rencanaNya. "Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia." (1 Korintus 2:9). Pada saat Yusuf berserah penuh kepada Tuhan dan telah genap waktuNya, Tuhan memunculkan "Kemudian dengan sekonyong-konyong Aku melaksanakannya juga dan semuanya itu sudah menjadi kenyataan." (Yesaya 48:3b). Kini, Tuhan telah mendapatkan Yusuf sebagai 'bejanaNya' yang siap dipakai. Ketika terjadi 7 tahun kelaparan di Mesir Yusuf diberi hikmat oleh Tuhan mengatur Mesir dengan menimbun banyak sekali bahan makanan di waktu musim baik, sehingga saat kelaparan terjadi Mesir tetap berlimpah makanan, sehingga bangsa-bangsa lain datang meminta pertolongan. Firaun berkata kepada Yusuf "Oleh karena Allah telah memberitahukan semuanya ini kepadamu, tidaklah ada orang yang demikian berakal budi dan bijaksana seperti engkau." (Ayat 39 dari Kejarian 41).
Akhirnya Yusuf dibebaskan dari penjara dan diangkat sebagai penguasa Mesir. Sungguh, tidak ada rencanaNya yang gagal!
Wednesday, July 15, 2009
Menjadi Tawanan Roh
Baca: Kisah Para Rasul 20:17-38
"Tetapi sekarang sebagai tawanan Roh aku pergi ke Yerusalem dan aku tidak tahu apa yang akan terjadi atas diriku di situ selain dari pada yang dinyatakan Roh Kudus dari kota ke kota kepadaku, bahwa penjara dan sengsara menunggu aku."Kisah 20:22-23
Pernyataan sebagai seorang 'tawanan' disampaikan sendiri oleh rasul Paulus. Tawanan yang dimaksudnya bukanlah akibat telah melakukan tindak kejahatan, tetapi adalah 'tawanan' Roh Kudus. Dalam 1 Petrus 2:20 dikatakan, "Sebab dapatkah disebut pujian, jika kamu menderita pukulan karena kamu berbuat dosa? Tetapi jika kamu berbuat baik dan karena itu kamu harus menderita, maka itu adalah kasih karunia pada Allah.". Paulus menjadi 'tawanan' Roh, artinya ia tidak dapat bertindak sekehendak hati, namun semuanya harus sejalan dengan pimpinan Roh Kudus. Di dalam hati Paulus tersimpan semangat yang berkobar-kobar untuk memberitakan Injil, tetapi jika saat itu Roh Kudus tidak mengijinkan dia melangkah pergi, maka dia pun harus tunduk.
Saat melakukan tour pelayanannya, "Mereka (Paulus dan rekan) melintasi tanah Frigia dan tanah Galatia, karena Roh Kudus mencegah mereka untuk memberitakan Injil di Asia.Dan setibanya di Misia mereka mencoba masuk ke daerah Bitinia, tetapi Roh Yesus tidak mengizinkan mereka." (Kisah 16:6-7). Paulus menyadari bahwa dirinya hanyalah seorang hamba, maka dari itu dia belajar taat kepada Roh Kudus sehingga Paulus hanya mau melangkah dan berbicara atas kehendak Tuhan saja. Bila Tuhan menghendakinya untuk pergi dan melakukan sesuatu, maka Paulus taat dan tidak memikirkan apa yang akan terjadi atas dirinya. Penjara, aniaya, sengsara dan penderitaan tidak menghalanginya untuk tetap memberitakan Injil, karena ia percaya "Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah." (Roma 8:28). Paulus tidak melayani Tuhan dengan akalnya sendiri!
Sikap penundukkan diri Paulus kepada Roh Kudus ini haruslah menjadi teladan bagi para pelayan Tuhan sekarang ini. Tuhan tidak mencari hamba-hamba dengan banyak gelar, yang Dia cari adalah yang punya hati hamba, penuh penyerahan diri dan taat.
Sudahkah kita memiliki hati hamba dan tunduk kepada Roh Kudus dalam melayani Tuhan?
Tuesday, July 14, 2009
Kemalasan Dan Akibatnya
Baca: Amsal 26:13-16
"Seperti pintu berputar pada engselnya, demikianlah si pemalas di tempat tidurnya." Amsal 26:14
Kesuksesan senantiasa hinggap dalam diri orang yang mau bekerja keras. Orang-orang hebat yang ada di dunia ini adalah tipe orang yang rajin dan pekerja keras. Kesuksesan yang diraihnya adalah akibat dari ketekunan dan hasil perjuangan yang tidak mengenal lelah, bukan datang 'seperti durian runtuh', tetapi melalui proses yang panjang. Tidak ada dalam kamus hidupnya berpangku tangan sepanjang hari. Contohnya adalah seorang atlit, ia tidak akan mampu meraih prestasi yang tinggi tanpa ada kedisiplinan atau latihan yang keras. Beda halnya bila orang itu malas dan tidak mau bekerja keras, sudah bisa dipastikan semua yang diimpikan atau cita-citakan mustahil terwujud, tetapi angan-angan belaka, ibarat 'menegakkan benang basah'. Jadi "Si pemalas dibunuh oleh keinginannya, karena tangannya enggan bekerja." (Amsal 21:25).
Tuhan sangat tidak suka terhadap orang-orang Kristen yang bermalas-malasan dan tidak mau bekerja, karena "Bapaku bekerja sampai sekarang, maka Akupun bekerja juga." (Yohanes 5:17). Malas adalah sahabat kemiskinan dan kekurangan; kemalasan juga akan menjauhkan kita dari berkat-berkat Tuhan. bagaimana kita bisa menikmati dan meraih janji Tuhan bila kita sendiri malas untuk melayani Tuhan, malas berdoa, malas baca Alkitab? Seorang pemalas biasanya suka sekali menunda-nunda pekerjaan yang seharusnya dapat dikerjakan pada waktu itu; suka meremehkan tugas dan sangat lamban dalam menyelesaikan apa saja yang dipercayakan kepadanya. Bila kita menangkap gejala-gejala demikian, kita harus segera berbenah diri supaya tidak berlarut-larut dan menjadi kebiasaan hidup.
Penulis Amsal juga sangat geram melihat orang malas sehingga dengan keras menegur, "Hai pemalas, berapa lama lagi engkau berbaring? Bilakah engkau akan bangun dari tidurmu? Tidur sebentar lagi, mengantuk sebentar lagi, melipat tangan sebentar lagi untuk tinggal berbaring maka datanglah kemiskinan kepadamu seperti seorang penyerbu, dan kekurangan seperti orang yang bersenjata." (Amsal 6:9-11).
Seorang pemalas enggan untuk membajak dan bekerja, akibatnya ia pun tidak akan menuai apa-apa ketika musim tuai itu tiba.
Monday, July 13, 2009
Dia Sanggup Memulihkan
Baca: Yoel 2:18-27
"Aku akan memulihkan kepadamu tahun-tahun yang hasilnya dimakan habis oleh belalang pindahan, belalang pelompat, belalang pelahap dan belalang pengerip, tentara-Ku yang besar yang Kukirim ke antara kamu." Yoel 2:25
Karena pelanggaran dan dosa-dosa yang sudah terlalu banyak terjadilah macam-macam bencana dan kerugian atas hasil ladang bangsa Israel. Berbagai belalang menghabiskan hasil pertanian mereka: belalang pengerip, belalang pindahan, belalang pelompat dan juga belalang pelahap secara bergantian menghabiskan panen mereka. Tidak cukup di situ, pohon-pohon anggur, ara, delima, kurma, apel dan lain-lain juga rusak/musnah. Alkitab mencatat, "Ladang sudah musnah, tanah berkabung, sebab gandum sudah musnah, buah anggur sudah kering, minyak sudah menipis." (Yoel 1:10).
Apa yang dialami bangsa Israel ini ibarat pepatah "sudah jatuh tertimpa tangga pula". Berbagai macam kesulitan datang silih berganti dan kesemuanya itu sebagai akibat dosa-dosa mereka sendiri. Situasi-situasi buruk itu diijinkan Tuhan terjadi dan menimpa bangsa Israel; bukan berarti Dia tidak mengasihi mereka, tetapi untuk mendidik dan menegur supaya mereka segera menyadari kesalahannya. Ia berfirman " 'berbaliklah kepadaKu dengan segenap hatimu, dengan berpuasa, dengan menangis dan dengan mengaduh.' Koyakkanlah hatimu dan jangan pakaianmu, berbaliklah kepada TUHAN, Allahmu, sebab Ia pengasih dan penyayang, panjang sabar dan berlimpah kasih setia, dan Ia menyesal karena hukuman-Nya." (Yoel 2:12-13).
Apakah saat ini kita sedang mengalami berbagai kesulitan: sakityang belum kunjung sembuh, keluarga berantakan, anak-anak memberontak, ekonomi seret sama seperti kisah Yoel ini? Mungkin kita tidak tanggap atau kurang peka terhadap teguran Tuhan atas kita. Keadaan yang buruk ini terjadi mungkin karena kesalahan dan dosa-dosa kita sehingga 'belalang-belalang' itu merusak dan memporak-porandakan 'ladang' kita. Mari segera datang kepada Tuhan dan memohon pengampunan kepadaNya, janganlah lari dan menyalahkan Dia. Tuhan tidak ingin kita semakin jauh dari jalan-jalanNya; Dia itu Mahakasih, bila kita berbalik kepadaNya dengan segenap hati, Dia akan mengampuni dan segera memulihkan keadaan kita.
Bertobat adalah kunci pemulihan.
Sunday, July 12, 2009
Mengasihi Petobat Baru
Baca: Lukas 15:11-32
"Telah bertahun-tahun aku melayani bapa dan belum pernah aku melanggar perintah bapa, tetapi kepadaku belum pernah bapa memberikan seekor anak kambing untuk bersukacita dengan sahabat-sahabatku." Lukas 15:29
Dari ayat nats yang kita baca terlihat adanya sifat iri hati di antara dua bersaudara. Anak sulung merasa iri hati terhadap perlakuan istimewa yang ditunjukkan bapa terhadap adiknya yang baru pulang dari pengembaraannya setelah menghabiskan harta untuk berfoya-foya, bahkan "...memboroskan harta kekayaan bapa bersama-sama dengan pelacur-pelacur," (ayat 29), di mana setelah semuanya habis ia menyesali semua perbuatannya dan kembali ke rumah bapa. Yang mengejutkan si sulung adalah bapanya justru menyambut dengan sukacita, bahkan menyembelih anak lembu tambun dan menggelar pesta untuknya sebagai ungkapan rasa syukur karena telah mendapatkan anaknya yang hilang itu kembali.
Sebagaimana Bapa di sorga bersukacita atas pertobatan orang yang berdosa, seperti tertulis "Aku berkata kepadamu: Demikian juga akan ada sukacita di sorga karena satu orang berdosa yang bertobat, lebih dari pada sukacita karena sembilan puluh sembilan orang benar yang tidak memerlukan pertobatan." (Lukas 15:7), demikian juga kita seharusnya bersukacita bila ada saudara kita yang jatuh dalam dosa kembali bertobat. Perkataan Yesus ini sungguh sangat mengena karena zaman sekarang ini banyak orang merasa dirinya benar sehingga tidak perlu bertobat dan tidak memerlukan Yesus lagi dalam hidupnya. Juga sering dijumpai orang-orang Kristen yang bersikap 'tidak suka', mentertawakan dan memusuhi bila ada saudara seiman yang telah lama tenggelam dalam dosa, berbalik dan bertobat; dosa lama mereka masih diungkit-ungkit dan berharap Tuhan mendatangkan hukuman terlebih dahulu kepada mereka. Begitu juga maksud di sulung itu agar bapanya memberi hajaran kepada adiknya, dengan demikian adiknya dapat merasakan derita akibat perbuatannya yang salah itu.
Kita tidak punya hak dan wewenang menghakimi! Mari, teladanilah sikap Yesus yang dengan kasihNya menerima orang berdosa yang mau bertobat.
Yesus berkata, "...dan barangsiapa datang kepadaKu, ia tidak akan Kubuang." Yohanes 6:37b
Saturday, July 11, 2009
Gembala Yang Baik
Baca: Mazmur 23:1-6
"Ia membaringkan aku di padang yang berumput hijau, Ia membimbing aku ke air yang tenang;" Mazmur 23:2
Setiap kali kita membaca mazmur Daud ini, setiap kali pula kita merasakan betapa besar kasih, perhatian dan kebaikan Tuhan dalam kehidupan anak-anakNya. Kita tahu, Daud sendiri sebelum menjadi raja adalah seorang gembala, sehingga melalui pengalaman pribadinya dia dapat berbicara banyak soal gembala. Daud berkata, "Tuhan adalah gembalaku," (ayat 1) yang ditujukan kepada Allah Israel. Pernyataannya ini ditegaskan kembali oleh Tuhan Yesus sendiri ketika Dia berada di bumi, "Akulah gembala yang baik dan Aku mengenal domba-domba-Ku dan domba-domba-Ku mengenal Aku" (Yohanes 10:14).
Dalam mazmurnya Daud tidak berbicara tentang dirinya sebagai gembala, tetapi sebagai 'domba' yang sangat bangga, sangat memuji dan mengandalkan 'gembalanya'. Daud dengan bangganya ingin menunjukkan bahwa Tuhan itu gembalanya dan pemimpinnya. Karena pernah memiliki pengalaman sebagai seorang gembala maka Daud dapat merasakan dan memahami betapa domba-domba sangat bergantung penuh kepada gembalanya. Hidup mati domba-domba sangat bergantung penuh kepada siapa dan seperti apa gembalanya. Dalam tangan gembala tertentu (upahan), domba-domba terkadang harus berjuang sendiri untuk mendapatkan makanan serta mempertahankan hidupnya dari serangan binatang buas karena gembala tersebut sama sekali tidak memperhatikan domba-dombanya (baca Yohanes 10:12-13). Sebaliknya, dalam pemeliharaan gembala yang baik domba-domba akan merasa aman dan terpuaskan karena senantiasa dijaga, dipelihara dan dituntun ke padang rumput dan juga air yang tenang. Maka Daud dapat berkata, "...takkan kekurangan aku." (ayat 1 dari Mazmur 23) karena ia berada di bawah pengawasan dan pemeliharaan seorang gembala yang baik.
Sebagai anak-anakNya kita patut bersyukur karena memiliki Gembala yang baik yaitu Yesus; Dia tidak pernah membiarkan dan meninggalkan kita sendirian, sehingga seperti yang dituturkan Daud, ia tidak takut akan marabahaya (baca Mazmur 23:4).
"Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya;" (Yohanes 10:11b)
Friday, July 10, 2009
Strategi Pelayanan Yesus
Thursday, July 9, 2009
Peranan Roh Kudus Dalam Doa Kita
Wednesday, July 8, 2009
Bertahan Dalam Ujian
Baca: Yakobus 1:1-8
"Saudara-saudaraku, anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan," Yakobus 1:2
Menjalani hidup sebagi orang Kristen bukanlah berarti langkah kita menjadi mudah dan tanpa masalah; sebaliknya kita justru menghadapi banyak ujian/pencobaan. "Sebab kepada kamu dikaruniakan bukan saja untuk percaya kepada Kristus, melainkan juga untuk menderita untuk Dia," (Filipi 1:29). Namun, ujian dan pencobaan yang kita alami itu semuanya mendatangkan kebaikan bagi kita; Tuhan ingin melihat sejauh mana kualitas iman anak-anakNya. Ada dua kemungkinan yang akan terjadi apabila seseorang mengalami ujian dan pencobaan: ia kecewa dan meninggalkan Tuhan, atau akan semakin tekun dan melekat kepadaNya sehingga imannya semakin bertumbuh dan dewasa.
Adakalanya Tuhan memperingatkat kita dengan keras melalui keadaan atau situasi yang kita alami supaya kita belajar bergantung penuh kepadaNya dan berdiri di atas dasar iman yang teruji. Iman yang teruji tidak terjadi dalam semalam, namun harus melewati proses yang panjang, yang di dalamnya terkandung unsur ketekunan dan kesetiaan. Beberapa proses ujian yang harus kita alami adalah:
1. Kelimpahan. Hal lain, selain masalah dan penderitaan, yang terkadang diijinkan untuk menguji iman kita adalah kelimpahan. Banyak anak Tuhan yang jatuh alam dosa justru pada waktu ia diberkati dan dalam kelimpahan. Ketika sedang susah atau dalam keadaan miskin biasanya seseorang lebih mengutamakan Tuhan dan selalu berusaha untuk dekat dengan Dia, berdoa pun all out, tetapi pada waktu mengalami pemulihan, diberkati dan menjadi kaya, ia mulai lebih dekat dengan hartanya dibanding dengan Tuhan; yang diutamakan dan dicari bukan lagi Tuhan, melainkan dunia dengan segala kesenangannya.
2. Peristiwa buruk. Hal ini pernah dialami Ayub, padahal ia seorang yang "...saleh dan jujurl ia takut akan Allah dan menjauhi kejahatan." (Ayub 1:!). Semua anaknya mati, hartanya ludes, istrinya mengutuk dia, bahkan tubuhnya penuh borok. Namun Ayub tetap kuat karena dia tahu bahwa Tuhan sedang memprosesnya. Karena lulus dalam ujian, kehiudpan Ayub dipuluhkan secara luar biasa (baca Ayub 42:10-17).
Jangan pernah undur dari Tuhan saat dalam pencobaan, karena selalu ada rencanaNya di balik itu!